Salah satu skenario yang disampaikan pemerintah adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan rata-rata yang diusulkan adalah 28,7 persen, sehingga harga premium bersubsidi naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 hingga Rp 6.500 per liter (selengkapnya lihat tabel).
Demikian disampaikan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR, Harry Azhar Aziz dan Suharso Monoarfa, di Jakarta, Senin (5/5). "Pemerintah sudah diberi pasal-pasal diskresi di UU APBN Perubahan terkait apabila ada perubahan pada parameter harga minyak mentah, yakni volume lifting, volume BBM bersubsidi, dan harga BBM. Bahkan di dalam penjelasan pasalnya, kalau harga minyak mentah di atas US$ 100 per barel, pemerintah dipersilakan mengambil kebijakan, karena selisih penerimaan terhadap belanja subsidi melebar, akibat kenaikan harga," tutur Suharso.
Harry mengungkapkan, pemerintah telah mengajukan empat skenario yang berbeda. Skenario pertama, menaikkan defisit anggaran dari 2,1 persen menjadi 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kedua, menekan konsumsi BBM di bawah 35,5 juta kiloliter. Ketiga, peningkatan lifting minyak di atas 927.000 barel per hari. Dalam hal ini, pemerintah dan DPR ingin agar lifting bisa mencapai 960.000 barel per hari.
Jika tiga skenario tersebut tidak bisa dilakukan, pemerintah baru menggunakan skenario keempat, yakni kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen. "Namun kita baru akan membahasnya setelah selesai reses," jelas Harry.
Senada dengan itu, Suharso mengungkapkan, DPR mempersilakan pemerintah untuk melakukan apa saja, termasuk menaikkan harga BBM. Asalkan, semua masih sesuai dengan UU APBN-P.
"Panitia Anggaran tidak perlu menyetujui, pemerintah tinggal melaporkan saja. Kecuali jika pemerintah mengubah pada pos belanja lain, baru dimasukkan ke APBN-P. Kalau perubahan di asumsi lantas dibahas lagi, itu akan repot. Yang penting kita sudah berikan pasal diskresi," papar Suharso.
Jika pemerintah meminta dukungan politik dari DPR terkait dengan kebijakan tidak populis, seperti menaikkan harga BBM, menurut Suharso, pemerintah wajib memberikan alasan kepada Panitia Anggaran. "Nanti pemerintah kan tinggal lapor kepada kami, kenapa kebijakan itu diambil," tambahnya.
Opsi Terakhir
Sebelumnya, saat menghadiri milad ke-10 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Jakarta, Minggu (4/5), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, bila tidak ada jalan lain yang ditempuh, kenaikan harga BBM tidak dapat dihindari. "Pemerintah tidak akan terlalu cepat menaikkan harga BBM. Tetapi, jalan itu akan ditempuh bila tidak ada jalan lain yang dapat diambil oleh pemerintah," katanya.
Terkait hal tersebut, Presiden juga mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan rasa solidaritas.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina Iin Arifin Tahkyan mengaku belum tahu kalau harga BBM akan dinaikkan 28,7 persen.
"Wah kami tidak tahu. Itu bukan wewenang Pertamina," kata Iin ketika dikonfirmasi Suara Pembaruan, di Jakarta, Senin pagi.
Sumber : Suara Pembaruan/VM